Selasa 23 november 2010
Watak memang terkadang dapat menjerumuskan tergantung apakah watak kita lebih condong pada keburukan atau kebaikan. Berikut ini kisah dari pengalaman seorang yang pernah mengalami problem dalam belajar-mengajar di salah satu sekolah formal, mari kita simak cerita_:
Ada dua orang guru yang terlibat adu mulut karena suatu hal. si guru A marah-marah karena tidak suka dengan kenyataan yang terjadi yaitu anak didiknya tidak bisa apa apa setelah sekian bulan di bawah didikan guru B. si guru B telah lebih dulu mengajar di kelasnya selama beberpa bulan dan guru A adalah guru rolling atau tukar kelas yang baru masuk seminggu bersama guru B. Meskipun guru A ini sebenarnya sesepuhnya karna lebih lama mengajar di sekolahan tersebut.
‘’ waduh...., gimana kamu itu...!! ni anak-anak pada gak ngaji....kok ada yang masih sampe sini...mang dulu kenapa gak ngaji?’’. Kata guru A Dengan nada marah marah. Si guru B merasa tidak dihargai keberadaanya akhirnya membalas ‘’ la pripun to, aku sudah berusaha semampu saya, anak-anak juga sudah saya dampingi untuk ngaji.
Kalaupun ternyata ada yang belum ngaji ya itu karena waktu yang tidak cukup sehingga yang belum ngaji di tunda hari esoknya’’. Si guru A yang marah marah tadi gak mau kalah,’’ alah,,,,,,banyak alasan, udah gak usah banyak alasan, jujur saja selama ini gak serius kan ngajar sama anak anak?, mana tanggung jawabnya?’’.
Mendengar kata-kata terakhir tadi hati si guru B merasa seakan tersambar halilitar, pedih sakiiit, betapa tidak, dia merasa di rendahkan, parahnya kejadian itu di saksikan oleh banyak anak didik. Pantaskah perilaku ini ?’’, akhirnya si guru B langsung memahami bahwa saatnya tidak tepat dan kalo masalah ini diteruskan nanti akan menjadi bahaya akhirnya si guru B memilih mengalah dan diam seribu bahasa, dia menghindari adu mulut yang lebih parah lagi kalo terus dilakukan. Dengan perasaan bercampr aduk guru B tetap mengajar anak-anak dan berusaha tenang dan menampakkan wajah ceria meskipun hati tidak bisa dibohongi sedang remuk sakit dan tersayat.
Egoisme si guru A telah menyakiti perasaannya, dia sambil mengajar sempat termenung ‘’ya allah gusti, apa gak ada cara lain,.? dia ini memberi kritik untuk saya dengan cara kasar, kenapa tidak dengan cara yang baik-baik di musyawarahkan bersama dlm forum atau empat mata, bukan di depan anak didik.’’ Upaya yang telah ku lakukan selama ini dianggap tiada artinya baginya hanya karena ada masalah teknis yang dianggapnya keliru salah dan fatal atu mungkin parah dan besar baginya. ‘’ oke lah saya menyadari bahwa saya kurang menguasahi lapangan saat mengajar dan itu keterbatasan kemampuan saya. Tetapi saya sangat tidak suka dengan sikapnya yang sok bener diktator,marah-marah seenaknya, tidak menghargai orang lain, dan menganggap oarang lain buruk selai dirinya dalam metode mengajar.marah-marah seenaknya tidak tahu dengan siapa dia marah padahal dengan sesama gurunya.’’
Setelah waktu mengajar habis kini siguru A keluar dengan wajah cuek dan seolah memendam rasa benci dan kesal tanpa berkata sepatah katapun sama guru B. Sebaliknya kata-kata kemarahan dari guru A masih terngiang-ngiang di pikirn guru B dan membekas di hatinya, sampai dia memilih tetap diam. Sebuah akhir yang tidak menyenangkan.
semoga tidak terulang lagi.
###############################$$$$$$$$$################################
No comments:
Post a Comment