Peta Perkembangan Fiqh (Hukum Islam)
Sejarah perkembangan fiqh secara umum dapat dibagi menjadi enam
tahap utama: periode Fondasi,
yaitu masa Nabi Muhammad SAW (609-632 M), Pembentukan, yaitu masa Khulafa Al-Rasyidin sampai
pertengahan abad ke-7 (632-661 M), Pembangunan, masa sejak berdirinya Dinasti Umayah (661M) sampai
kemundurannya (abad ke-8M), Perkembangan,
dari berdirinya Dinasti Abbasiyah (pertengahan abad ke-8) sampai permulaan
kemunduraanya (pertengahan abad ke-10), Konsolidasi, runtuhnya dinasti Abbasiyah (sekitar 960)
sampai pembunuhan Khalifah Abbasiyah terakhir di tangan orang-orang mongol
(pertengahan abad ke-13), Stagnasi
Dan Kemunduran, sejak penjarahan kota Baghdad (1258 M) sampai sekarang.
Pada periode Fondasi,
perkembangan fiqih berada pada tahap awal, yang ditandai dengan lahirnya
Rasulullah SAW. Pada tahap ini, (a) hukum islam terdiri atas hukum-hukum
syariah yang diwahyukan dan tercatat dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Hukum-hukum
tersebut terutama berkaitan dengan fondasi ideologis Islam, iman, dan hukum
sosio-ekonomi yang dibutuhkan untuk pengaturan pemerintahan Islam. (b), dasar
penetapan syariah dalam al-Quran adalah reformasi manusia, misal: tradisi, dan
praktik-praktik manusia yang bermanfaat, diakui dan dimasukkan dalam kerangka
syariah. (c), demi mencapai tujuan reformasi, legislasi al-Quran memuat
prinsip-prinsip: 1) menghilangkan kesulitan, 2) mengurangi kewajiban-kewajiban
keagamaan, 3) merealisasikan kesejahteraan umum, 4) merealisasikan keadilan
universal. Periode ini menandai awal dari evolusi fiqh dan selama periode ini
pula fondasi-fondasi pengetahuan untuk merumuskan hukum-hukum dari al-Quran dan
Sunnah (metodologi penetapan hukum) diletakkan oleh Nabi SAW. Pada periode ini,
bisa dikatakan bahwa dalam periode ini mazahab pemikiran hukum yang pertama
terbentuk karena Nabi SAW telah membimbing dan melatih sahabat dalam ber-ijtihad.
Pada periode
pembentukan, yaitu periode setelah wafatnya Nabi SAW dan era Khulafa
al-Rasyidin. Ciri-ciri fiqh pada periode ini adalah: 1) dasar prinsip-prinsip
fiqh yang bersifat deduktif dalam hal ijma’ dan qiyas (ijtihad), telah
terbentuk pada era Khulafa al-Rasyidin. 2) cepatnya perluasan wilayah umat
Islam, membawa umat islam terlibat kontak dengan aneka ragam budaya baru, dan
ini memunculkan banyak sekali problem baru yang tidak selalu spesifik teratasi
oleh hukum syariah. 3) adanya fatwa-fatwa baru adalah suatu keniscayaan, dan
para khalifah secara perlahan mulai mengembangkan prosedur-prosedur tertentu
dalam mencapai ijtihad dengan meminimalisir ketidaksepakatan. 4) sahabat pada
umumnya mengikuti prosedur-prosedur pengambilan keputusan sehingga membantu
mereka untuk tidak membuat aturan-aturan yang kaku dan tergesa-gesa. 5)
kesepakatan gabungan antara para khalifah dan sahabat dalam masalah-masalah
ketetapan hukum relatif bisa meningkatkan persatuan dan menghilangkan adanya
faksionalisme dalam tubuh islam. 6) hanya ada satu mazhab yang eksis selama
periode khulafa al-rasyidin ini. Pendekatan bersama terhadap fiqh mencegah munculnya
mazhab-mazhab yang tidak terkait dengan kekhalifahan hingga berakhirnya periode
ini. 7) penekanan khusus lebih difouskan pada studi tentang al-Quran, sementara
pengutipan-pengutipan hadis secara berlebihan diminimalisir. 8) meskipun ada
beberapa perbedaan pendekatan di kalangan para sahabat dalam hal penggunaan
pendapat pribadi, dalam faktanya perbedaan ini tidak sampai menimbulkan
faksionalisme (golongan) apapun selama periode ini. 9) sejauh fiqh menjadi
perhatian, yang tampak adalah adanya satu pendekatan umum, yaitu satu mazhab.
Namun demikian, praktek yang berbeda dari sahabat semisal Ibnu Umar di Madinah
dan Abdullah bin Mas’ud di Kufah, Iraq, dalam penggunaan pendapat pribadi bisa
dipandang sebagai awal atau suatu tanda adanya pembelahan dari pada ulama Islam
ke dalam mazhab yang berbeda-beda.
Pada periode Pembangunan,
diawali sejak berdirinya Dinasti Umayah. Ciri-ciri fiqh pada periode ini
adalah: 1) untuk pertama kalinya upaya kompilasi fiqh dibuat pada era Dinasti
Umayyah. 2) para ulama fiqh pada periode ini terbagi menjadi dua dalam upaya
mereka membuat ketetapan-ketetapan hukum: yaitu Ahlul-Hadis dan
Ahlul-Ra’yi. Seiring dengan menyebarnya para ulama ke berbagai wilayah,
ijtihad secara individual mulai tumbuh. Hasil dari kesemuanya itu adalah ber-evolusi-nya
(berkembang) sejumlah mazhab baru. 3) prinsip ijma’ dan prinsip pemerintahan
konsultatif mulai menghilang karena para ulama menghindari pemerintahan Bani
Umayyah yang makin memburuk. 4) untuk mempertahankan prinsip-prinsip dasar
keislaman dalam menanggulangi divergensi (penyimpangan) pemerintahan Bani
Umayyah dari sunnah, para ulama yang tersebar sering kali bersandar pada hadis
dan mengumpulkan fatwa-fatwa dari para ulama ahli hukum yang paling terkemuka
dari kalangan sahabat. 5) gejolak dan kerusuhan sosial yang terus berlangsung
selama periode ini telah memunculkan sejumlah sekte-sekte keagamaan dan faksi-faksi
politik (golongan politik). 6) pemalusan hadis untuk mendukung
pandangan-pandangan sektarian untuk pertama kalinya tumbuh dalam periode ini.
Oleh karena itu, para ulama mulai menyadari pentingnya upaya mengumpulkan dan menganalisa hadis-hadis secara kritis.
Periode Perkembangan,
tahap ini diawali dengan munculnya Dinasti Abbasiyah yang didirikan oleh Abul
Abbas as-saffah (memerintah tahun 750-754 M). Ciri-ciri fiqh pada periode ini
adalah: 1) dalam periode ini, fiqh memiliki bentuk yang jelas sebagai ilmu
pengetahuan keislaman yang independen. 2) banyak mazhab bermunculan pada masa
akhir periode Umayyah dan pusat-pusat studi berkembang di sepanjang
pemerintahan Abbasiyah dengan adanya patronase (perlindungan)
pemerintah. 3) untuk pertama kalinya fiqh dari berbagai mazhab berhasil
dikumpulkan dalam skala besar dan sistematis. 4) fiqh menjadi terorganisir dan
dibagi dalam dua wilayah utama: yaitu usul (prinsip-prinsip dasar) dan furu’
(prinsip-prinsip sekunder). Sumber-sumber utama hukum Islam didefinisikan dan
diurutkan secara sistematis dan jelas. 5) sunnah secara keseluruhan juga
dikumpulkan dan dicatat dalam buku-buku
hadis sebelum periode ini berakhir. 6) selama pertengahan awal periode ini,
mazhab-mazhab di bawah bimbingan para pendirinya terus melakukan berbagai
pertukaran gagasan yang saling menguntungkan. Namun dibawah generasi terpelajar
yang kedua, ada kecenderungan ke arah rigiditas (kaku) dan hilangnya fleksibilitas
(lentur) yang menjadi ciri periode imam-imam besar dan para ulama sebelumnya.
Periode Konsolidasi,
pada tahap ini diawali sejak masa kemunduran Dinasti Abasiyyah hingga keruntuhannya.
Ciri-ciri fiqh pada periode ini adalah: 1) sebagian besar mazhab yang muncul
pada periode awal menghilang, dan hanya tersisa empat mazhab. 2) keempat mazhab
tersebut mencapai bentuk sistematisasi dan kelembagaan yang final. 3) ijtihad
yang melampaui kerangka mazhab dikesampingkan dan diganti dengan ijtihad
mazhabi. 4) fiqh perbandingan muncul, namun hanya digunakan untuk meningkatkan
ide-ide sektarian.
Periode Stagnasi
dan Kemunduran, berlangsung kurang lebih selama enam abad. Sejak
jatuhnya pemerintahan baghdad pada tahun 1258 M dan eksekusi Khalifah
Abbasiyyah terakhir, al-Mu’tashim dan berakhir sekitar pertengahan abad
sembilan belas masehi. Ciri-ciri fiqh pada periode ini adalah: 1) ijtihad dalam
segala bentuknya telah dikesampingkan, dan taklid kepada salah satu mazhab
empat diwajibkan bagi semua kaum muslim. 2) mazhab empat tidak bisa lagi
didamaikan dan ummat islam benar-benar terpecah ke dalam empat sekte keagamaan.
3) aktivitas keulamaan terbatas pada penulisan komentar-komentar atas karya-karya
sebelumnya dan mempromosikan mazhab penulisnya sebagaimana dalam periode konsolidasi.
4) terdapat sejumlah upaya yang patut dipuji yang dilakukan oleh kaum reformis
tertentu untuk mengembalikan sifat fiqh yang asli dan dinamis, akan tetapi
upaya mereka terbukti tidak memadai untuk menghapus fanatisme mazhab yang telah
mengakar sangat dalam. 5) upaya-upayak kodifikasi hukum Islam telah dilakukan,
akan tetapi hasilnya mengenaskan karena pandangan-pandangan yang sektarian, dan
seiring dengan meningkatnya kolonialisme Eropa kompilasi tersebut diganti
dengan undang-undang Eropa. 6) dewasa ini fanatisme mazhab mulai berkurang
sebagai akibat dari adanya gerakan reformis dan meluasnya pengajaran tentang
fiqh perbandingan di sejumlah lembaga-lembaga pendidikan modern. 7) kondisi
stagnasi dan kemunduran fiqh serta keberadaan faksionalisme (golongan) mazhab
masih berlanjut hingga saat ini.
Demikianlah periodisasi perkembangan fiqh yang telah terjadi sejak
masa Nabi SAW hingga saat ini. Harapan kita pada periode modern dimulai sejak
tahun 1800-sekarang ini adalah, 1) agar umat Islam khususnya para ulama fiqh mau
mengembalikan fiqh kepada bentuk yang asli yang dinamis dan mau menetapan hukum
Islam berdasarkan semangat Maqasid syariah. 2) agar para ulama terkemuka
dari berbagai mazhab melakukan upaya unifikasi (penyatuan) atau penyeleksian
hasil ijtihad para ulama dari berbagai mazhab pendahulu untuk menjawab
persoalan-persoalan era modern-postmodern. 3) meninggalkan fanatisme mazhab, dan
sektarian. 3) para ulama hendaknya bersikap terbuka terhadap berbagai pandangan
antar ulama mazhab dalam masalah istimbat hukum dari masing-masing mazhab, dan
punya etikat baik untuk lebih mengutamakan persatuan umat dengan melakukan
kesepakatan secara bersama dalam menjawab problem Fiqh Kontemporer. 4) Para
ulama hendaknya mulai mencoba merumuskan kembali fiqh yang telah ada sejak era
klasik menjadi rumusan fiqh kompilasi berbagai mazhab dan mengambil atau
memilih yang paling sesuai pada zaman sekarang demi menjawab tantangan era komtemporer.
5) melakukan gerakan dakwah Islam secara universal dan global dengan semangat
persatuan dan kesadaran untuk menaati ajaran agama Islam secara total, atau
juga dengan semangat kembali pada nilai-nilai moral Islam yang telah diajarkan
oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya, para tabi’in serta para pengikut
tabi’in hingga para ulama setelahnya yang berpegang teguh pada al-Quran dan as-Sunnah.
amin. Wallahu a'lam.
____________________
Keterangan: Ringkasan
ini saya susun dari buku berjudul: “Asal-Usul dan Perkembangan Fiqh” karya
Abu Ameenah Bilal Philips, Ph.D. Lahir di Jamaika, besar di Kanada memeluk
Islam tahun 1972. Alumni Fak. Usuluddin Universitas Islam Madinah (1979) dan
Universitas Riyadh (1985). Meraih gelar Ph.D dari Fak. Teologi Islam Universitas
Wales (1994). Ia guru Bahasa Arab di sejumlah pendidikan Islam dan Dosen di
Universitas Islam di Cotabato City, Filiphina dan sejumlah universitas lainnya.
No comments:
Post a Comment