BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latarbelakang
Kita
telah memahami bersama dari berbagai sumber sejarah, bahwa bahasa Arab telah
lama digunakan sejak zaman jahiliyah Arab. Bahasa Arab
menjadi lebih terjaga setelah turunnya wahyu yang disebut al-Qur’an dengan
berbahasa Arab. Demi keterjagaan bahasa al-Qur’an, maka kaidah-kaidah bahasa
disusun hingga munculah para ahli nahwu dan balahgah pada masa-masa berikutnya
setelah era Khulafaurashidin. Para mufassir juga turut andil dalam memberikan
penjelasan atas makna-makna ayat yang dirasa sulit dipahami oleh masyarakat
awam sehingga mereka memahami apa makna yang terkandung dalam sejumlah ayat
yang sulit tersebut.
Tidak
bisa dipungkiri bahwa seseorang untuk bisa membaca al-Qur’an dengan baik dan
benar harus melalui kaidah-kaidah atau cara-cara yang telah ditetapkan oleh
ahli tajwid sehingga dia bisa membacanya dengan fasih dan benar. Jika tidak
memang yang terjadi adalah kesalahan yang dikhawatirkan akan mengubah makna
ayat al-Qur’an itu sendiri. sebagaimana peristiwa yang dialami oleh Abu Aswad ad-Du’ali
ketika mendengar sebagian sahabat yang salah mengucapkan sebagaian ayat al-Qur’an
hingga mengubah arti dari kalimat dalam al-Qur’an tersebut.
Definisi
fasih dalam bahasa Arab dapat dilihat dari berbagai aspek yang masing-masing
memiliki definisi khas tersendiri sehinggga antara satu dengan yang lain cenderung
berbeda. Sebagai contoh definisi fasih dalam bahasa Arab yang dijelaskan dalam
ilmu balaghah akan berbeda dengan apa yang dijelaskan dalam ilmu Nahwu. Karena
beberapa pertimbangan, penulis membatasi diri untuk mengkaji tentang fasih
menurut kalangan ahli balaghah, dengan demikian, dari penulisan ini diharapkan
dapat menambah wawasan kita tentang makna fashahah dalam bahasa Arab.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Definisi Fasih
Kata
fasih atau dalam bahasa Arab disebut الفصاحة
/ al-Fashahah artinya yaitu terang atau jelas. Kalimat itu
dinamakan fasih apabila kalimat itu terang pengucapannya, jelas artinya dan bagus
susunannya.[1]
Dapat
diartikan sebagai berikut:
"أما الفصاحة في أصل الوضع
اللغوي فهي الظهور و البيان, فهي من قولهم : أفصح فلان عما في نفسه إذا اظهره....الخ"
Artinya: “Adapun Fashahah dari asal bahasanya yaitu tampak
dan jelas, seperti perkataan mereka: “Fulan telah fasih/jelas ketika dia
menampakkan dirinya..”.[2]
Definisi yang lain menurut Ali al-Jarim dan Mustafa Amin mengatakan: “Fashahah
maknanya jelas dan terang. Anda berkata, “afshahash shubhu”, yakni pagi telah
terang. Kalimat yang fasih adalah kalimat yang jelas maknanya, mudah bahasanya,
dan baik susunannya. Oleh karena itu setiap kata dalam kalimat yang fasih itu
harus sesuai dengan pedoman sharaf, jelas maknanya, komunikatif, mudah lagi
enak.[3] Fashâhah artinya terang dan jelas. Nabi Musa berkata: “Saudaraku,
Harun lebih jelas bicaranya dan lebih terang perkataannya dibandingkan denganku” ( وأخي هارون هو أفصح مني لسانا ), seorang anak kecil disebut fasih jika bicaranya jelas dan terang.
(Achmad Al-Hasyimi:6).
Abu
Hilal al-‘Asykari dalam bukunya Abd al-Hafid Hasan menjelaskan bahwa Fashahah
dan Balaghah adalah dua hal yang berbeda, Fasahah adalah mengakhirkan sebuah
arti ke dalam hati, seolah-olah tercakup dalam makna itu, Abu hilal berpendapat
bahwa satu kalam dapat dikatakan fasih dan baligh apabila jelas maknanya, mudah
lafadznya, baik bentuknya, dan tidak ada sesuatu yang mencegahnya dari salah
satu dari dua isim berupa kejelasan makna dan bangunan huruf.[4]
Ibn Atsir berpendapat bahwa fashahah adalah secara
khusus terkait dengan lafadz bukan makna. Ia berkata: kalam fasih adalah tampak
dan jelas, maksudnya adalah bahwa lafadz-lafadznya dapat dipahami, yang tidak
memerlukan pemahaman dari buku-buku linguistik. Hal ini dikarenakan lafadz-lafadz
itu disusun berdasarkan aturan
pada area perkataan mereka, dimana tersusun di area perkataan yang
terkait dengan kebaikan lafadnya. dan kebaikan lafadz dapat ditemukan dalam
pendengaran. Sesuatu yang dapat ditemukan dengan jalan mendengarkan adalah lafadz,
sebab itu adalah suara yang tersusun dari makharijul khuruf.[5]
Makna “fashâhah“
secara istilah, terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama Nahwu dan Balagah.
Perbedaan ini bisa difaham karena memang berbedanya kajian
kedua bidang ilmu tersebut. Ulama Nahwu mensyaratkan kefasehan bahasa Arab
dengan standar kebenaran secara kaidah bahasa Arab. Artinya, orang yang disebut
fasih dalam berbicara bahasa Arab adalah dia yang tidak lahn; tidak melenceng
dari kaidah bahasa yang sudah ditentukan. Sementara ulama Balagah menjadikan
tiga standar utama untuk menilik kefasehan bahasa Arab: dari aspek kata,
kalimat dan pembicara.
Dari beberapa definisi fashahah diatas, dapat ditarik
pengertiannya yakni fashahah dapat diartikan jelas dan terang dari sisi kata
dan kalimat serta si pembicaranya. Kalimat dalam bahasa Arab dikatakan fasih
ketika memiliki kejelasan makna, mudah bahasanya serta susunanya sesuai dengan
kaidah-kaidah bahasa Arab yang telah disepakati.
B. Karakterstik Fasih dalam Bahasa Arab
Sebagaimana laiknya bahasa lain yang memiliki sistem
yang khas dan berbeda, bahasa Arab juga memiliki ciri yang berbedap pula dengan
bahasa lain. karakteristik dalam hal ini adalah karakteristik yang menjadi
dasar atau ciri bahwa kata atau kalimat dalam bahasa Arab itu disebut fasih
atau jelas. Karakteristik fasih dalam bahasa Arab dapat dikelompokkan menjadi
tiga hal yakni; 1) fasih dalam kata, 2) fasih dalam kalimat, 3) fasih dalam
pembicara bahasa.[6]
Ketiga hal tersebut akan dijelaskan lebih detail sebagai berikut:
1. Fasih Kata
Kata yang fasih adalah kata yang terhindar dari tigal
hal; Tanafurul-khuruf, Mukhalaful-qiyas, dan Gharabah. Tanafurul-khuruf
(تنافر الحروف) adalah kalimat (kata) yang didalamnya mengandung huruf
yang mengakibatkan kata itu sukar diucapkan dan tidak enak didengar. Seperti
kata الهعخع (tumbuh-tumbuhan makanan unta) dan المستشزر (barang yang
dipintal).[7] Contoh lain seperti الظشّ (tempat yang kasar) dan النّقاخ (air
tawar yang bening).[8] Mukhalafatul-qiyas (مخالفة القياس)
adalah suatu kalimat yang mengandung kata yang tidak mengikuti aturan dalam
ilmu sharaf. Seperti kata بوقات dan موددة .
Kata بوقات adalah bentuk jamak dari kata mufrad بوق, mestinya jamaknya adalah ابواق , sedang kata موددة adalah juga tidak sharfi, mestinya adalah kata مودة (di-idhgamkan). Al-gharabah (الغرابة)
adalah kata yang tidak jelas artinya, karena tidak dipergunakan oleh para
penulis dan penyair-penyair kenamaan. Seperti lafadz تكأكأ yang
berarti berkumpul dan lafadz افرنقع yang
berarti pergilah.[9]
2. Fasih Kalimat
Kalimat atau jumlah dapat dikatakan fasih apabila
susunannya terlepas dari empat hal; Tanafurul-Kalimat, Da’fu
At-Ta’lif, At-Ta’qid Al-Lafdzy, dan at-Ta’qid Al-Ma’nawi. Tanafuru-kalimat(تنافر الكلمة) yaitu apabila
hubungan kata-katanya mengakibatkan kalimat itu tidak enak didengar dan sulit
diucapkan oleh lisan. Seperti kata penyair:
وقبر حرب بمكان قفر + و ليس قرب قبر حرب قبر
Syair diatas, kata-katanya tidak sukar, tetapi ketika berhubungan dengan
yang lainnya menjadi sulit diucapkan dan tidak enak didengar. Da’fu
at-ta’lif (ضعف التأليف) adalah suatu kalimat yang susunan
bahasanya menyimpang dari kaidah ilmu nahwu yang benar dan masyhur. Seperti
perkataan seseorang berikut ini; قرأ كتابه الذي اشتراه امس ابراهيم
kembalinya dhamir (hu) pada lafadz (kitab) adalah kepada Ibrahim, namun Ibrahim
diletakkan dibelakang kalimat, ini menyalahi susunan ilmu nahwu yang msyhur,
mestinya قرأ ابراهيم
كتابه الذي اشتراه امس. Ta’kid lafdzi (اللفظى) adalah suatu kalimat yang maksud pesannya
tidak jelas, disebabkan oleh didahulukannya suatu kata atau dipisah dari
hubungan katanya, seperti perkataan berikut ini; ماقرأ إلا اسماعيل مع كتابا أخيه . Ungkapan tersebut sulit dipahami, karena
terjadi pemutar-balikan tempat katanya, susunan yang benar adalah ماقرأ اسماعيل مع أخيه إلا كتابا . Ta’kid al-Ma’nawi (المعنوى) adalah suatu kalimat
yang sulit difahami arti/maksudnya, disebabkan oleh penggunaan kata majaz yang
kurang tepat. Seperti pengunaan lafadz لسان
untuk mata-mata dalam kalimat نشر الملك ألسنته في المدينة (raja itu telah menyebarkan mata-matanya di dalam
kota). Penggunaan lafadz lisan untuk arti mata-mata dirasa tidak tepat, karena
konvensi yang telah mapan kata lisan untuk arti bahasa, seperti وما ارسلنا من رسول الا بلسان قومه (dan kami tiada mengutus seorang rasul kepada
kaumnya, kecuali dengan bahasa lisan (yakni bahasa kaumnya).[10]
3. Fasihnya Pembicara
Adalah kemampuan yang dimiliki oleh pembicara untuk
melafadzkan kalimat/ kata-kata secara benar dan tepat, sehingga maksud/ pesan
kalimat itu tercapai ke tujuan. Sedang kata (البلاغة/ al-balaghah) berasal
dari kata بلغ / ba-la-gha yang berarti وصل/ wa-sha-la (sampai), yang
dimaksud sampai adalah sampainya pesan yang dikandung kalam perkataan yang
disampaikan oleh seseorang kepada orang lain. Ada dua macam balaghah; pertama
balaghanya kalimat, kedua balaghanya pembicara. Balaghahnya kalimat adalah
sesuainya kalimat itu dengan kaidah kalimat itu diucapkan, serta sesuainya
dengan si penerima (yang diajak bicara). Seperti kata seseorang kalimat itu
hendaknya sesuai dengan maqal dan maqamnya. Sebagai gambaran, ada seorang pakar
teknologi berpidato tentang perkembangan teknologi canggih/ spektakuler awal
abad XXI di depan para pembantu rumah tangga yang tidak pernah menyentuh
kemajuan teknologi. Kendati bahasa kalimat itu benar, namun orang yang diajak
berbicara tidak memahaminya, kalimatnya terlalu sulit untuk difahami mereka.
Maka dikatakan bahwa kalimatnya tidak baligh. Balaghahnya pembicara adalah
kemampuan yang dimiliki oleh pembicara untuk menyampaikan pesan/maksud kepada
orang lain dengan baik dan benar. Seseorang dikatakan baligh apabila dia
mempunyai kemampuan yang baik untuk melafadzkan kalimat-kalimatnya dengan baik,
serta susunan bahasa yang baik/tepat pula sehingga pesan itu dapat sampai
kepada tujuan yang dituju. Dalam syair disebutkan:
وذى الكلام صفة بها يطيق # تأدية المقصود
باللفظ الانيق
Artinya: “Fashohatul mutakallim, ialah sifat yang melekat bagi
mutakallim yang dengan sifat itu ia dapat menyampaikan/mengemukakan maksud
dengan ucapan yang fasih/baik”.[11]
C. Bentuk-bentuk Perubahan
Bahasa Arab
Munculnya
perubahan suatu bahasa bisa
dipengaruhi oleh masyarakat penutur bahasa tersebut baik dari segi budaya bahasa, dan khas
gaya bahasanya. Bisa dimungkinkan demikian sebab
masyarakat terus bergerak mengikuti perkembangan jaman yang mereka hadapi,
sehingga bahasa pun mau tidak mau akan mengikuti perkembangan dari bahasa
klasik kepada bahasa yang modern. Sudah barang tentu perubahan tersebut tidak
terjadi dalam sekejap, namun berlangsung proses yang cukup panjang. Perubahan
bahasa Arab bisa diklasifikasikan pada tiga hal yaitu; perubahan dari sisi bunyi
bahasa, morfologi, susunan, dan dalalahnya. Masing-masing perubahan tersebut
dapat digambarkan sebagai berikut[12]:
1)
Perubahan
Segi Bunyi Bahasa
Yaitu perubahan yang terjadi pada
sisi suara/ huruf atau harakatnya. beberapa contoh perubahan yang terjadi dalam
bahasa fusha di Mesir antara lain;
a.
Huruf) ذ ( berubah menjadi huruf ز seperti contoh: ذكر berubah menjadi زكر, kemudian lafadz اللذين berubah menjadi اللزين .
b.
huruf) (ث berubah menjadi huruf
س, seperti pada contoh: ثورة berubah menjadi سورة, ثم menjadi سم.
c.
Huruf ظ ) ) berubah bunyi antara dza’ dan za’.
Adapun perubahan huruf dalam bahasa Arab Amiyah
Mesir antara lain:
a. ذ berubah bunyi menjadi د seperti dalam contoh; الذئب menjadi الدئ,
b. ث berubah bunyi menjadi ت seperti pada contoh الثوم menjadi التوم, kemudian pada contoh
ثلاثة menjadi تلاتة.
c. ظ berubah bunyi menjadi ض, seperti pada contoh;
الظهر menjadi الضهر.
2) Perubahan Morfologi/Sharaf
Yaitu berubahan yang terjadi pada sisi morfologi/ kata dalam bahasa Arab.
berikut ini beberapa contoh kesalahan dalam morfologi
المضارع
|
الماضى
|
|
الصواب
|
الخطأ الشانع
|
|
ينقُل karena termasuk
pada bab نَصَرَ - يَنْصُرُ
|
ينقِل
|
نقلَ
|
يَهْدُفُ karena termasuk
pada bab نَصَرَ - يَنْصُرُ
|
يَهْدِفُ
|
هَدَفَ
|
يَكْسِبُ karena termasuk
pada bab ضَرَبَ- يَضْرِبُ
|
يكسَبُ
|
كَسَبَ
|
3) Perubahan Susunan Bahasa
Yaitu perubahan yang terjadi pada sisi struktur
kalimat bahasa Arab. bentuknya bermacan-macam, setidaknya ada dua bentuk,
pertama adalah masih tetap berada pada kaidah bahasa Arab hanya saja dari segi
makna terjadi perubahan, seperti contoh; "يلعب دورا هاما
" , Susunan kalimat ini merupakan alih bahasa
dari kalimat bahasa Inggris yaitu: “He plays an important part…”. Contoh lain
yaitu: "كلام للإ ستهلاك المحلى"dalam bahasa Inggrisnya adalah: “For local
consumption.”
Kedua, yaitu struktur kalimat yang telah berubah dan
menyalahi aturan gramatika bahasa Arab karena dipengaruhi oleh bahasa asing.
seperti contoh:
أنا كمصرى, أنا كمسلم......الخ ini merupakan bentuk
ta’bir dari bahasa Inggris yaitu: “(I am) as an Egyptian, (I am) a Moslem”.
Contoh lain yaitu; "كلما اجتهدت كلما
حصلت مال اكثر", kalimat ini adalah
bentukan dari bahasa Inggris yaitu; “The more you work, the more you get
more money”.[13]
Contoh lainnya seperti: "دعنى أنظر في
الأمر!", ini merupakan bentukan dari bahasa Inggris
yaitu: “Let me see/look”. Masih banyak lagi contoh-contoh kalimat yang
mengalami perubahan dari segi struktur karena dipengaruhi oleh bahasa asing,
atau juga karena perubahan jaman. sehingga penggunaan bahasa Arab klasik
mengalami pergeseran dari sisi bentuk susunan kalimat dan bisa juga dari segi
kefasihan makna karena telah mengalami pergeseran dari makna klasik.[14]
4)
Perubahan ad-Dilalah
Perubahan
ad-dilalah ini merupakan perubahan bahasa yang paling sering terjadi
disebabkan adanya perluasan penggunaan kata/lafadz untuk arti baru yang
berbeda-beda. Adapun contohnya adalah: kata جيل- أجيل) ( di era klasik kata ini digunakan berkaitan
dengan kehidupan, sebuah pertumbuhan, atau tentang sifat kemanusiaan. Namun, di era modern kata tersebut kini
digunakan dalam masalah computer seperti pada kalimat :
·
تم تطوير أجيال حديثة من الكمبيوتر تستوعب كل
المعطيات.
·
الأجيال التالية من القطارات اليبانية
الفائقة السرعة المعروفة باسم القطار الرصاصة , ليس الهدف منها أن تكون أسرع بل أن
تكون أكثر راحة.[15]
Kata القناعة dahulu digunakan
dalam masalah keridhaan diri, kini makna kata itu dikalangan Arab modern
digunakan dalam arti الإقتناع yaitu berkaitan dengan ridho dalam hal Aql
atau pemikiran. Seperti pada kalimat berikut:
و أنى لأعتقد
الان بعد أن سرت معك علي درجة واحد من القناعة بصدق القاعدة التى أسلفناها.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari penjelasan diatas kiranya dapat diambil
kesimpulan yaitu pengertian fasih dalam bahasa Arab dapat dilihat dari segi
ilmu Balaghah yang berarti terang atau jelas. Sebuah kalimat dapat dikatakan
fasih apabila jelas kata-katanya yaitu sesuai kaidah i’rab, mudah dan baik
susunannya, serta makna yang terkandung dalam kalimat tersebut jelas atau mudah
dipahami. Fashahah dapat dipilah-pilah menjadi fashahah dalam segi kata,
kalimat, dan terakhir yaitu dilihat dari segi penuturnya.
Adapun perubahan bahasa yang terjadi dikalangan orang
Arab disebabkan oleh perubahan jaman serta perkembangan dunia, sehingga
terjadilah perubahan penggunaan kosakata Arab sampai ada beberapa kosakata
klasik yang berubah maknanya dari sisi konteks sebuah kata. Ini merupakan hal
yang meski disakapi oleh ahli bahasa Arab. Sebab bagaimanapun kefasihan bahasa
Arab meskipun tetap akan dijamin karena al-Qur’an masih tetap terjaga kefasihan
bahasanya, namun perlu juga untuk diperhatikan bahwa penggunaan kosakata-kosakata
baru baik bentukan asli dari bahasa Arab maupun serapan dari bahasa asing
merupakan faktor penting yang mempengaruhi gaya bahasa atau kefasihan bahasa
arab yang diejawentahkan oleh ayat-ayat al-Qur’an dan syair-syair yang telah
terkenal fasih dan indah sejak masa Islam.
Daftar Pustaka
Mardjoko Idris, Ilmu Balaghah Antara Al-Bayan dan Al-Badi’. Cet. I.
Yogyakarta: Teras, 2007.
Ali Jarim dan Musthafa Amin, Balaaghatul Waadhihah, terjmh. oleh
Mujiyo Rur Kholis dkk. Cet IX. Bandung: Sinar Baru Algensindo. 2011.
Abd al-Hafidz Hasan, ‘Ilmul Ma’any: Dirasah Nadzariyah Tadbiqiyah,
Cet. I. Mesir: Maktabah Al-Adab. 2010.
Akhdlori, Jauhar Maknun, terjmh. oleh Moch Anwar, Cet. III.
Bandung: PT Alma’arif, 1989.
Hifni Bek Dayyab dkk, ‘Qawa’id Al-Lughah Al-‘Arabiyah, terjmh.
oleh Chatibul Umam dkk. Cet.X . Jakarta: Darul Ulum Press. 2007.
Muhammad Muhammad Dawud, Al-‘Arabiyah Wa
‘Ilmu Al-Lughah Al-Hadits, Mesir: Dar Gharib, 2001.
Bahasa Arab Fushah dalam Ilmu Nahwu. html. http://zoelfansyah.blogspot.com/2011/11. diunduh
tgl 24/05/2013.
[1] Mardjoko Idris, Ilmu Balaghah Antara
al-Bayan dan al-Badi’, cet. I (Yogyakarta: Teras, 2007). hlm. 2.
[2] Abd al-Hafidz Hasan, Ilmu Al-Ma’ani:
Diraasah Nadzariyyah Tadzbiiqyiyah, (Mesir: Maktabah al-Adab, 2010). hlm.
8.
[3] Ali Al-Jarim dan Musthafa Amin, Al-balaaghatul
waadhihah, Terj. cet.IX. (Bndung: Sinar Baru Algensindo, 2011). hlm. 1.
[4] Abd al-Hafid
Hasan, Ilmu Al-Ma’ani: Diraasah Nadzariyyah Tadzbiiqyiyah..., ibid.
hlm. 9.
[5] Ibid.
10.
[8] Hifni Bek
Dayyab dkk. Qawa’idu I’lughah ‘I-‘Arabiyah, Terj. cet. X (Jakarta: Darul Ulum Press, 2007). hlm. 409.
[12] Muhammad
Muhammad Dawud, Al-‘Arabiyah Wa ‘Ilmu Al-Lughah Al-Hadits, (Mesir: Dar
Gharib, 2001). hlm. 52-56.
nice...!!!
ReplyDelete