Tuesday, April 27, 2010

Antara Su-udzan & Husnu-dzan

Tiada lagi kata-kata yang bisa aku ungkapkan, semuanya telah jelas dan terang bagiku, semakin mengerti akan ilmu sepatutnya semakin tambah yakin dan sadar akan makna kehidupan ini. Apa gunanya kita marah kalo ternyata tidak menambah melainkan kegoncangan jiwa sebab sekecil apapun luka jika merasuk dalam hati akan menjadi penyakit yang kronis dan sulit ditemukan obatnya sebelum memperoleh kehalalan dari orang lain yang terdzalimi.

Apa gunanya mengumpat, sebab sejatinya diri kita tak lebih baik dari dia yang kita umpat. Kita sering menjumpai di sana sini perkataan yang tanpa sadar sebenarnya telah temasuk pada hal prasangka buruk namun sayang cahaya batin kita redup sehingga tak cukup mampu untuk mnyensor pembicaraan kita. Ingat.!! saya menggunakan kata kita bukan aku, kamu dan dia, (sebab diantara kita setidaknya pernah melakukannya walaupun mungkin tidak kita sadari tentang hal itu. )

Sebaliknya apa yang menghalangi kita untuk ber-husnudzan antar sesama, bukankah itu lebih baik?? Sulit, sulit, memang sulit tetapi harus kita latih, contoh terkecil di saat kita secara spontan melihat orang yang kurang sempurna fisik (baca:cacat mental baik tuna netra,rungu dan tuna-tuna yang lainnya) kuatkah kita untuk tidak terbesit dalam hati kita prsangka buruk?? Atau sebaliknya bisakah kita ber baik sangka pada mereka? Namun kebanyakan dari kita secara spontan keluar kata-kata negatif contoh ..ih orang ini kok gitu ya....., idiot banget dia , jangan temani dia...., dan kata-kata negatif lainnya.

Kepekaan batin kita perlu diasah sejak dini agar mampu menangkap setiap hal yang dengan kepekaan batin, kita dapat memetik hikmah dibalik setiap kejadian dalam kehidupan ini.


Konsisten dalam Rutinitas

Setelah saya pikir-pikir memang aktifitas (positif) yang teratur dengan baik tanpa ada perubahan-perubahan itu lebih baik apa bila dilakukan dengan konsisten (baca: istiqomah). Bukan berarti itu monoton dan tidak asyik dengan alasan kurang kreatif atau dinamis. Menurutku bagi mereka yang tolok ukurnya adalah proses mereka akan benar-benar menghayati proses tidak sekedar sesaat yang menggiurkan setelah itu tiada lagi. Kita kadang merencanakan sebuah target yang tidak realistis dan jauh dari kemampuan terbatas kita.

Pengalaman pribadi saya, setiap hari saya terharu dan takjub dengan beliau seorang ustad yang ‘alim, bersahaja tidak banyak berbicara. Senantiasa terdepan dalam barisan shof sholat berjamaah. Bahkan sholat subuh yang terkenal waktu paling berat bagi umumnya manusia untuk bangun apalagi ke masjid dan berjamaah, sungguh beliau patut diteladani perilakunya.

Saya bercermin pada diri sendiri kenapa aku tidak bisa seperti beliau? Aku sudah berusaha mengatur waktuku dalam sehari semalam namun tetap gagal tidak sesuai target waktu yang telah aku tentukan. Kalaupun bisa tidak berjalan lama paling-paling hanya 1-3 hari paling banter setelah itu kacau lagi.

Biar bagaimanapun harus tetap mengatur jadwal pribadi saya agar aktifitas harian ini bisa benar-benar bermanfaat dan bernilai ibadah di sisi Allah SWT. Amin.

No comments:

Post a Comment