Thursday, September 26, 2013

Fasih Berbahasa Arab Menurut Ilmu Balaghah

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latarbelakang
Kita telah memahami bersama dari berbagai sumber sejarah, bahwa bahasa Arab telah lama digunakan sejak zaman jahiliyah Arab. Bahasa Arab menjadi lebih terjaga setelah turunnya wahyu yang disebut al-Qur’an dengan berbahasa Arab. Demi keterjagaan bahasa al-Qur’an, maka kaidah-kaidah bahasa disusun hingga munculah para ahli nahwu dan balahgah pada masa-masa berikutnya setelah era Khulafaurashidin. Para mufassir juga turut andil dalam memberikan penjelasan atas makna-makna ayat yang dirasa sulit dipahami oleh masyarakat awam sehingga mereka memahami apa makna yang terkandung dalam sejumlah ayat yang sulit tersebut.
Tidak bisa dipungkiri bahwa seseorang untuk bisa membaca al-Qur’an dengan baik dan benar harus melalui kaidah-kaidah atau cara-cara yang telah ditetapkan oleh ahli tajwid sehingga dia bisa membacanya dengan fasih dan benar. Jika tidak memang yang terjadi adalah kesalahan yang dikhawatirkan akan mengubah makna ayat al-Qur’an itu sendiri. sebagaimana peristiwa yang dialami oleh Abu Aswad ad-Du’ali ketika mendengar sebagian sahabat yang salah mengucapkan sebagaian ayat al-Qur’an hingga mengubah arti dari kalimat dalam al-Qur’an tersebut.
Definisi fasih dalam bahasa Arab dapat dilihat dari berbagai aspek yang masing-masing memiliki definisi khas tersendiri sehinggga antara satu dengan yang lain cenderung berbeda. Sebagai contoh definisi fasih dalam bahasa Arab yang dijelaskan dalam ilmu balaghah akan berbeda dengan apa yang dijelaskan dalam ilmu Nahwu. Karena beberapa pertimbangan, penulis membatasi diri untuk mengkaji tentang fasih menurut kalangan ahli balaghah, dengan demikian, dari penulisan ini diharapkan dapat menambah wawasan kita tentang makna fashahah dalam bahasa Arab.



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Definisi Fasih
Kata fasih atau dalam bahasa Arab disebut الفصاحة / al-Fashahah artinya yaitu terang atau jelas. Kalimat itu dinamakan fasih apabila kalimat itu terang pengucapannya, jelas artinya dan bagus susunannya.[1] Dapat diartikan sebagai berikut:
"أما الفصاحة في أصل الوضع اللغوي فهي الظهور و البيان, فهي من قولهم : أفصح فلان عما في نفسه إذا اظهره....الخ"
Artinya: “Adapun Fashahah dari asal bahasanya yaitu tampak dan jelas, seperti perkataan mereka: “Fulan telah fasih/jelas ketika dia menampakkan dirinya..”.[2] Definisi yang lain menurut Ali al-Jarim dan Mustafa Amin mengatakan: “Fashahah maknanya jelas dan terang. Anda berkata, “afshahash shubhu”, yakni pagi telah terang. Kalimat yang fasih adalah kalimat yang jelas maknanya, mudah bahasanya, dan baik susunannya. Oleh karena itu setiap kata dalam kalimat yang fasih itu harus sesuai dengan pedoman sharaf, jelas maknanya, komunikatif, mudah lagi enak.[3] Fashâhah artinya terang dan jelas. Nabi Musa berkata: Saudaraku, Harun lebih jelas bicaranya dan lebih terang perkataannya dibandingkan denganku ( وأخي هارون هو أفصح مني لسانا ), seorang anak kecil disebut fasih jika bicaranya jelas dan terang. (Achmad Al-Hasyimi:6).
Abu Hilal al-‘Asykari dalam bukunya Abd al-Hafid Hasan menjelaskan bahwa Fashahah dan Balaghah adalah dua hal yang berbeda, Fasahah adalah mengakhirkan sebuah arti ke dalam hati, seolah-olah tercakup dalam makna itu, Abu hilal berpendapat bahwa satu kalam dapat dikatakan fasih dan baligh apabila jelas maknanya, mudah lafadznya, baik bentuknya, dan tidak ada sesuatu yang mencegahnya dari salah satu dari dua isim berupa kejelasan makna dan bangunan huruf.[4]
Ibn Atsir berpendapat bahwa fashahah adalah secara khusus terkait dengan lafadz bukan makna. Ia berkata: kalam fasih adalah tampak dan jelas, maksudnya adalah bahwa lafadz-lafadznya dapat dipahami, yang tidak memerlukan pemahaman dari buku-buku linguistik. Hal ini dikarenakan lafadz-lafadz itu disusun berdasarkan aturan pada area perkataan mereka, dimana tersusun di area perkataan yang terkait dengan kebaikan lafadnya. dan kebaikan lafadz dapat ditemukan dalam pendengaran. Sesuatu yang dapat ditemukan dengan jalan mendengarkan adalah lafadz, sebab itu adalah suara yang tersusun dari makharijul khuruf.[5]  
Makna “fashâhah“ secara istilah, terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama Nahwu dan Balagah. Perbedaan ini bisa difaham karena memang berbedanya kajian kedua bidang ilmu tersebut. Ulama Nahwu mensyaratkan kefasehan bahasa Arab dengan standar kebenaran secara kaidah bahasa Arab. Artinya, orang yang disebut fasih dalam berbicara bahasa Arab adalah dia yang tidak lahn; tidak melenceng dari kaidah bahasa yang sudah ditentukan. Sementara ulama Balagah menjadikan tiga standar utama untuk menilik kefasehan bahasa Arab: dari aspek kata, kalimat dan pembicara.
Dari beberapa definisi fashahah diatas, dapat ditarik pengertiannya yakni fashahah dapat diartikan jelas dan terang dari sisi kata dan kalimat serta si pembicaranya. Kalimat dalam bahasa Arab dikatakan fasih ketika memiliki kejelasan makna, mudah bahasanya serta susunanya sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa Arab yang telah disepakati.
B.     Karakterstik Fasih dalam Bahasa Arab
Sebagaimana laiknya bahasa lain yang memiliki sistem yang khas dan berbeda, bahasa Arab juga memiliki ciri yang berbedap pula dengan bahasa lain. karakteristik dalam hal ini adalah karakteristik yang menjadi dasar atau ciri bahwa kata atau kalimat dalam bahasa Arab itu disebut fasih atau jelas. Karakteristik fasih dalam bahasa Arab dapat dikelompokkan menjadi tiga hal yakni; 1) fasih dalam kata, 2) fasih dalam kalimat, 3) fasih dalam pembicara bahasa.[6] Ketiga hal tersebut akan dijelaskan lebih detail sebagai berikut:
1.      Fasih Kata
Kata yang fasih adalah kata yang terhindar dari tigal hal; Tanafurul-khuruf, Mukhalaful-qiyas, dan Gharabah. Tanafurul-khuruf (تنافر الحروف) adalah kalimat (kata) yang didalamnya mengandung huruf yang mengakibatkan kata itu sukar diucapkan dan tidak enak didengar. Seperti kata الهعخع (tumbuh-tumbuhan makanan unta) dan المستشزر (barang yang dipintal).[7] Contoh lain seperti الظشّ (tempat yang kasar) dan النّقاخ (air tawar yang bening).[8] Mukhalafatul-qiyas (مخالفة القياس) adalah suatu kalimat yang mengandung kata yang tidak mengikuti aturan dalam ilmu sharaf. Seperti kata بوقات dan موددة . Kata بوقات adalah bentuk jamak dari kata mufrad بوق, mestinya jamaknya adalah ابواق , sedang kata موددة adalah juga tidak sharfi, mestinya adalah kata مودة (di-idhgamkan). Al-gharabah (الغرابة) adalah kata yang tidak jelas artinya, karena tidak dipergunakan oleh para penulis dan penyair-penyair kenamaan. Seperti lafadz تكأكأ yang berarti berkumpul dan lafadz افرنقع yang berarti pergilah.[9]
2.      Fasih Kalimat
Kalimat atau jumlah dapat dikatakan fasih apabila susunannya terlepas dari empat hal; Tanafurul-Kalimat, Da’fu At-Ta’lif, At-Ta’qid Al-Lafdzy, dan at-Ta’qid Al-Ma’nawi. Tanafuru-kalimat(تنافر الكلمة) yaitu apabila hubungan kata-katanya mengakibatkan kalimat itu tidak enak didengar dan sulit diucapkan oleh lisan. Seperti kata penyair:
وقبر حرب بمكان قفر + و ليس قرب قبر حرب قبر
Syair diatas, kata-katanya tidak sukar, tetapi ketika berhubungan dengan yang lainnya menjadi sulit diucapkan dan tidak enak didengar. Da’fu at-ta’lif (ضعف التأليف) adalah suatu kalimat yang susunan bahasanya menyimpang dari kaidah ilmu nahwu yang benar dan masyhur. Seperti perkataan seseorang berikut ini; قرأ كتابه الذي اشتراه امس ابراهيم  kembalinya dhamir (hu) pada lafadz (kitab) adalah kepada Ibrahim, namun Ibrahim diletakkan dibelakang kalimat, ini menyalahi susunan ilmu nahwu yang msyhur, mestinya قرأ ابراهيم كتابه الذي اشتراه امس. Ta’kid lafdzi (اللفظى) adalah suatu kalimat yang maksud pesannya tidak jelas, disebabkan oleh didahulukannya suatu kata atau dipisah dari hubungan katanya, seperti perkataan berikut ini; ماقرأ إلا اسماعيل مع كتابا أخيه . Ungkapan tersebut sulit dipahami, karena terjadi pemutar-balikan tempat katanya, susunan yang benar adalah ماقرأ اسماعيل مع أخيه إلا كتابا . Ta’kid al-Ma’nawi (المعنوى) adalah suatu kalimat yang sulit difahami arti/maksudnya, disebabkan oleh penggunaan kata majaz yang kurang tepat. Seperti pengunaan lafadz لسان  untuk mata-mata dalam kalimat نشر الملك ألسنته في المدينة (raja itu telah menyebarkan mata-matanya di dalam kota). Penggunaan lafadz lisan untuk arti mata-mata dirasa tidak tepat, karena konvensi yang telah mapan kata lisan untuk arti bahasa, seperti  وما ارسلنا من رسول الا بلسان قومه (dan kami tiada mengutus seorang rasul kepada kaumnya, kecuali dengan bahasa lisan (yakni bahasa kaumnya).[10]
3.      Fasihnya Pembicara
Adalah kemampuan yang dimiliki oleh pembicara untuk melafadzkan kalimat/ kata-kata secara benar dan tepat, sehingga maksud/ pesan kalimat itu tercapai ke tujuan. Sedang kata (البلاغة/ al-balaghah) berasal dari kata بلغ / ba-la-gha yang berarti وصل/ wa-sha-la (sampai), yang dimaksud sampai adalah sampainya pesan yang dikandung kalam perkataan yang disampaikan oleh seseorang kepada orang lain. Ada dua macam balaghah; pertama balaghanya kalimat, kedua balaghanya pembicara. Balaghahnya kalimat adalah sesuainya kalimat itu dengan kaidah kalimat itu diucapkan, serta sesuainya dengan si penerima (yang diajak bicara). Seperti kata seseorang kalimat itu hendaknya sesuai dengan maqal dan maqamnya. Sebagai gambaran, ada seorang pakar teknologi berpidato tentang perkembangan teknologi canggih/ spektakuler awal abad XXI di depan para pembantu rumah tangga yang tidak pernah menyentuh kemajuan teknologi. Kendati bahasa kalimat itu benar, namun orang yang diajak berbicara tidak memahaminya, kalimatnya terlalu sulit untuk difahami mereka. Maka dikatakan bahwa kalimatnya tidak baligh. Balaghahnya pembicara adalah kemampuan yang dimiliki oleh pembicara untuk menyampaikan pesan/maksud kepada orang lain dengan baik dan benar. Seseorang dikatakan baligh apabila dia mempunyai kemampuan yang baik untuk melafadzkan kalimat-kalimatnya dengan baik, serta susunan bahasa yang baik/tepat pula sehingga pesan itu dapat sampai kepada tujuan yang dituju. Dalam syair disebutkan:
وذى الكلام صفة بها يطيق # تأدية المقصود باللفظ الانيق
Artinya: “Fashohatul mutakallim, ialah sifat yang melekat bagi mutakallim yang dengan sifat itu ia dapat menyampaikan/mengemukakan maksud dengan ucapan yang fasih/baik”.[11]
C.    Bentuk-bentuk Perubahan Bahasa Arab
Munculnya perubahan suatu bahasa bisa dipengaruhi oleh masyarakat penutur bahasa tersebut baik dari segi budaya bahasa, dan khas gaya bahasanya. Bisa dimungkinkan demikian sebab masyarakat terus bergerak mengikuti perkembangan jaman yang mereka hadapi, sehingga bahasa pun mau tidak mau akan mengikuti perkembangan dari bahasa klasik kepada bahasa yang modern. Sudah barang tentu perubahan tersebut tidak terjadi dalam sekejap, namun berlangsung proses yang cukup panjang. Perubahan bahasa Arab bisa diklasifikasikan pada tiga hal yaitu; perubahan dari sisi bunyi bahasa, morfologi, susunan, dan dalalahnya. Masing-masing perubahan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut[12]:
1)      Perubahan Segi Bunyi Bahasa
Yaitu perubahan yang terjadi pada sisi suara/ huruf atau harakatnya. beberapa contoh perubahan yang terjadi dalam bahasa fusha di Mesir antara lain;
a.       Huruf)   ذ ( berubah menjadi huruf ز seperti contoh: ذكر  berubah menjadi زكر, kemudian lafadz اللذين  berubah menjadi اللزين  .
b.      huruf)    berubah menjadi huruf س, seperti pada contoh: ثورة berubah menjadi سورة, ثم menjadi سم.
c.       Huruf ظ )    ) berubah bunyi antara dza’ dan za’.
Adapun perubahan huruf dalam bahasa Arab Amiyah Mesir antara lain:
a.       ذ berubah bunyi menjadi د seperti dalam contoh; الذئب menjadi  الدئ,
b.      ث berubah bunyi menjadi ت seperti pada contoh الثوم menjadi التوم, kemudian pada contoh ثلاثة menjadi تلاتة.
c.       ظ berubah bunyi menjadi ض, seperti pada contoh;  الظهر  menjadi الضهر.
2)      Perubahan Morfologi/Sharaf
Yaitu berubahan yang terjadi pada sisi morfologi/ kata dalam bahasa Arab. berikut ini beberapa contoh kesalahan dalam morfologi
المضارع

الماضى
الصواب
الخطأ الشانع
ينقُل karena termasuk pada bab نَصَرَ - يَنْصُرُ
ينقِل

نقلَ
يَهْدُفُ karena termasuk pada bab نَصَرَ - يَنْصُرُ
يَهْدِفُ

هَدَفَ
يَكْسِبُ karena termasuk pada bab ضَرَبَ- يَضْرِبُ
يكسَبُ

كَسَبَ

3)      Perubahan Susunan Bahasa
Yaitu perubahan yang terjadi pada sisi struktur kalimat bahasa Arab. bentuknya bermacan-macam, setidaknya ada dua bentuk, pertama adalah masih tetap berada pada kaidah bahasa Arab hanya saja dari segi makna terjadi perubahan, seperti contoh; "يلعب دورا هاما " , Susunan kalimat ini merupakan alih bahasa dari kalimat bahasa Inggris yaitu: “He plays an important part…”. Contoh lain yaitu:  "كلام للإ ستهلاك المحلى"dalam bahasa Inggrisnya adalah: “For local consumption.”
Kedua, yaitu struktur kalimat yang telah berubah dan menyalahi aturan gramatika bahasa Arab karena dipengaruhi oleh bahasa asing. seperti contoh:
أنا كمصرى, أنا كمسلم......الخ ini merupakan bentuk ta’bir dari bahasa Inggris yaitu: “(I am) as an Egyptian, (I am) a Moslem”. Contoh lain yaitu; "كلما اجتهدت كلما حصلت مال اكثر", kalimat ini adalah bentukan dari bahasa Inggris yaitu; “The more you work, the more you get more money”.[13] Contoh lainnya seperti: "دعنى أنظر في الأمر!", ini merupakan bentukan dari bahasa Inggris yaitu: “Let me see/look”. Masih banyak lagi contoh-contoh kalimat yang mengalami perubahan dari segi struktur karena dipengaruhi oleh bahasa asing, atau juga karena perubahan jaman. sehingga penggunaan bahasa Arab klasik mengalami pergeseran dari sisi bentuk susunan kalimat dan bisa juga dari segi kefasihan makna karena telah mengalami pergeseran dari makna klasik.[14]
4)      Perubahan ad-Dilalah
Perubahan ad-dilalah ini merupakan perubahan bahasa yang paling sering terjadi disebabkan adanya perluasan penggunaan kata/lafadz untuk arti baru yang berbeda-beda. Adapun contohnya adalah: kata جيل- أجيل) ( di era klasik kata ini digunakan berkaitan dengan kehidupan, sebuah pertumbuhan, atau tentang sifat kemanusiaan. Namun, di era modern kata tersebut kini digunakan dalam masalah computer seperti pada kalimat :
·         تم تطوير أجيال حديثة من الكمبيوتر تستوعب كل المعطيات.
·         الأجيال التالية من القطارات اليبانية الفائقة السرعة المعروفة باسم القطار الرصاصة , ليس الهدف منها أن تكون أسرع بل أن تكون أكثر راحة.[15]
Kata القناعة dahulu digunakan dalam masalah keridhaan diri, kini makna kata itu dikalangan Arab modern digunakan dalam arti الإقتناع  yaitu berkaitan dengan ridho dalam hal Aql atau pemikiran. Seperti pada kalimat berikut:
و أنى لأعتقد الان بعد أن سرت معك علي درجة واحد من القناعة بصدق القاعدة التى أسلفناها.



BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari penjelasan diatas kiranya dapat diambil kesimpulan yaitu pengertian fasih dalam bahasa Arab dapat dilihat dari segi ilmu Balaghah yang berarti terang atau jelas. Sebuah kalimat dapat dikatakan fasih apabila jelas kata-katanya yaitu sesuai kaidah i’rab, mudah dan baik susunannya, serta makna yang terkandung dalam kalimat tersebut jelas atau mudah dipahami. Fashahah dapat dipilah-pilah menjadi fashahah dalam segi kata, kalimat, dan terakhir yaitu dilihat dari segi  penuturnya.
Adapun perubahan bahasa yang terjadi dikalangan orang Arab disebabkan oleh perubahan jaman serta perkembangan dunia, sehingga terjadilah perubahan penggunaan kosakata Arab sampai ada beberapa kosakata klasik yang berubah maknanya dari sisi konteks sebuah kata. Ini merupakan hal yang meski disakapi oleh ahli bahasa Arab. Sebab bagaimanapun kefasihan bahasa Arab meskipun tetap akan dijamin karena al-Qur’an masih tetap terjaga kefasihan bahasanya, namun perlu juga untuk diperhatikan bahwa penggunaan kosakata-kosakata baru baik bentukan asli dari bahasa Arab maupun serapan dari bahasa asing merupakan faktor penting yang mempengaruhi gaya bahasa atau kefasihan bahasa arab yang diejawentahkan oleh ayat-ayat al-Qur’an dan syair-syair yang telah terkenal fasih dan indah sejak masa Islam.







Daftar Pustaka
Mardjoko Idris, Ilmu Balaghah Antara Al-Bayan dan Al-Badi’. Cet. I. Yogyakarta: Teras, 2007.
Ali Jarim dan Musthafa Amin, Balaaghatul Waadhihah, terjmh. oleh Mujiyo Rur Kholis dkk. Cet IX. Bandung: Sinar Baru Algensindo. 2011.
Abd al-Hafidz Hasan, ‘Ilmul Ma’any: Dirasah Nadzariyah Tadbiqiyah, Cet. I. Mesir: Maktabah Al-Adab. 2010.
Akhdlori, Jauhar Maknun, terjmh. oleh Moch Anwar, Cet. III. Bandung: PT Alma’arif, 1989.
Hifni Bek Dayyab dkk, ‘Qawa’id Al-Lughah Al-‘Arabiyah, terjmh. oleh Chatibul Umam dkk. Cet.X . Jakarta: Darul Ulum Press. 2007.
Muhammad Muhammad Dawud, Al-‘Arabiyah Wa ‘Ilmu Al-Lughah Al-Hadits, Mesir: Dar Gharib, 2001.
Bahasa Arab Fushah dalam Ilmu Nahwu. html. http://zoelfansyah.blogspot.com/2011/11. diunduh tgl 24/05/2013.






[1]  Mardjoko Idris, Ilmu Balaghah Antara al-Bayan dan al-Badi’, cet. I (Yogyakarta: Teras, 2007). hlm. 2.
[2]  Abd al-Hafidz Hasan, Ilmu Al-Ma’ani: Diraasah Nadzariyyah Tadzbiiqyiyah, (Mesir: Maktabah al-Adab, 2010). hlm. 8.
[3]  Ali Al-Jarim dan Musthafa Amin, Al-balaaghatul waadhihah, Terj. cet.IX. (Bndung: Sinar Baru Algensindo, 2011). hlm. 1.
[4] Abd al-Hafid Hasan, Ilmu Al-Ma’ani: Diraasah Nadzariyyah Tadzbiiqyiyah..., ibid. hlm. 9.
[5] Ibid. 10.
`[6] Mardjoko Idris, Ilmu Balaghah ........Ibid.  hlm. 2.
[7] Ibid.
[8] Hifni Bek Dayyab dkk. Qawa’idu I’lughah ‘I-‘Arabiyah, Terj. cet. X (Jakarta: Darul Ulum Press, 2007). hlm. 409.
[9] Mardjoko Idris, Ilmu Balaghah ........Ibid.
[10] Ibid.
[11] Imam Akhdlori, Jauhar Maknun, Terj. cet. III (Bandung: PT Alma’arif, 1989). hlm.  17.
[12] Muhammad Muhammad Dawud, Al-‘Arabiyah Wa ‘Ilmu Al-Lughah Al-Hadits, (Mesir: Dar Gharib, 2001). hlm. 52-56.
[13]  Ibid.
[14]  Ibid.
[15]  Ibid.

1 comment: