Friday, May 4, 2012


Bismillah.....,,,
Hikmah Dari Pesantren
Oleh:
Muhammad Bagus Jazuli, S.Pd.I.
Ini adalah sebuah cuplikan kisah tentang perjalanan saya ketika saya hidup di pesantren. Saya banyak sekali mendapatkan hal menarik dan berkesan dan masih membekas hingga saat ini, detik ini. Saya akan sharing kepada sahabat-sahabat semuanya semoga tidak hanya saya namun juga sahabat semuanya yang dapat memetik hikmahnya. Beginilah ceritanya:
Dulu ketika saya masih berada di pesantren tepatnya di jawa timur. Saya adalah siswa yang manja, dan tidak bisa hidup mandiri. Saya sejak kecil memang sangat dimanja oleh kedua orang tua saya. Ketika masa studi saya di tingkat sekolah dasar telah selesai, orang tua saya menyekolahkan saya di pesantren. Tentu suatu hal yang sangat asing ketika saya mendengar kata pesantren. Memang saya belum pernah tinggal di pesantren. Hanya mendengar saja cerita dari orang-orang tua ketika sedang ngobrol soal pesantren. Waktu itu saya sangat canggung, pemalu, dan menutup diri. Tidak berani menonjolkan diri. Maklum di dunia yang baru, saya di masa-masa awal tinggal di dalamnya sangat tidak biasa seperti dulu ketika dirumah. Dahulu ketika dirumah, saya tidak terlalu bersusah payah untuk mengurus kebutuhan sehari-hari saya, seperti mencuci pakaian, memasak, dan saya lebih  sering bermain. Sebab semua sudah di urus oleh ibuku. Namun kini ketika saya sudah tinggal di pesantren rasanya saya harus dipaksa oleh keadaan yang berbalik 100% dari kebiasaan saya dulu waktu masih dirumah.
Sebuah babak baru......
Nah, sobat,,,,, inilah apa yang saya memberi nama babak baru dalam hidupku...,,, ketika saya harus mau tidak mau berubah dengan terpaksa atapun suka rela. Tahukah sobat, mengubah kebiasaan itu tidak mudah. Ketika saya di pesantren. Saya harus mulai belajar hidup mandiri, kebutuhan sehari-hari harus dikerjakan sendiri. Belum lagi harus menjalani rangkaian kegiatan pesantren yang cukup padat sejak bangun pagi hingga tiba saat istirahat malam. Sungguh sebuah perjuangan bagi saya sebagai anak yang selalu dimanjakan. Dengan usaha keras, penuh cobaan, saya mencoba memaksakan diri pelan-pelan untuk mengubah kebiasaan saya. Secara bertahan, saya mencoba mencuci pakaian sendiri, walau agak grogi plus bingung bagaimana cara mencuci. Wajar saja, sebab saya tidak pernah mencuci sebelum saya tinggal di pesantren. Saya juga harus rela ditinggal pulang orang tua saya. Sebab tidak mungkin orang tua terus menunggui saya di pesantren. Namanya saja pesantren tempat para santri menimba ilmu, identik dengan merantau mencari kemuliaan, Jadi jauh dari kampung dimana saya tinggal. Saya masih ingat ketika hari pertama saya harus berpisah dengan orang tua saya. Saya tak kuasa menahan tangis pun juga orang tua saya. Air mata Mereka berdua berlinang...., menetes di pipinya. Mereka seolah tak sanggup melepaskan anaknya hidup sendiri, namun merek berdua sadar, sudah saatnya anaknya belajar hidup mandiri. Keputusan kedua orang tua saya memang beralasan. Akupun sangat sedih, tetapi saya sudah bertekad bulat untuk hidup di perantauan yaitu di pesantren. Saya harus berpisah dengan merek berdua. Hik hik hik....,,, ayaaaaaaah.. bunda................,, hati kecilku tersayat ketika pelan pelan mereka berdua melepas kan dan aku masih ingat mereka berdua berjalan langkah demi langkah pergi setelah mengecup kening saya...
Tak terasa 6 tahun sudah saya akhirnya mampu menjalani seluruh rangkaian kehidupan di dunia pesantren. Suka duka sangat banyak sekali saya dapatkan. Antara lain tentang kemadirian, hidup bersosial, keberanian, sikap mental, kesungguhan, teladan, dan masih banyak lagi. Sebuah contoh kecil saja. Saya sangat bersyukur sekali, dengan mengucapkan alhamdulilah, kini saya baru merasakan sebuah hikmah hidup di pesantren. Diatara hikmahnya saya kini menjadi lebih berani untuk tampil di depan publik. Sobat yang saya banggakan, andai saja dulu saya tidak dipaksa untuk menjadi penceramah ketika di pesantren (waktu itu tepatnya adalah ketika kegiatan rutin latihan pidato tiga bahasa yaitu bahasa Indonesia, Inggris, dan Arab) mungkin ceritanya lain, saya akan tetap menjadi pemuda yang pemalu serta penakut. Namun waktu itu saya nekad dan alhamdulillah berkat keterpaksaan yang akhirnya semakin lama semakin terasa sebuah hal yang biasa. Sehingga kini saya tidak takut lagi berbicara di depan umum. Karena saya sudah sering berpidato di hadapan para santri ketika di pesantren. Saya masih ingat betul ketika tidak disiplin masuk kelas dan sering terlambat, Akhirnya terkena hukuman. Harus mencuci bak mandi, mengepel lantai masjid dll. Namun sebuah hikmah tersendiri bagi saya. Kini saya sangat bersyukur bahwa semua hukuman itu merupakan bentuk tanggung jawab. Mengajarkan saya sebuah tanggung jawab, mengajarkan keberanian untuk siap menanggung akibat atas perbuatan yang saya lakukan. Yang sangat saya rasakan dalam hal ini adalah sebuah pendidikan kedisiplinan dalam menjalankan rutinitas sesuai jadwal yang telah ditetapkan.  Hingga kini, saya sangat merasakan betapa pentingnya hidup disiplin dalam segala hal.
Saya sangat bersyukur sekali dimana saya kini dapat melanjutkan studi di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Sebuah terobosan baru dalam sejarah hidupku. Tak pernah saya sangka saya akan singgah untuk belajar di kota pelajar ini. Saya merenung sejenak apa yang mendorong saya untuk berani melangkahkan kaki ini hingga menuju kota pelajar demi menimba ilmu. Setelah melalui perenungan panjang saya baru sadar. Semua ini tidak lepas dari pengalaman hidup di pesantren dulu. Entah apa jadinya saya ketika dulu saya tidak hidup dan belajar di pesantren. Boro-boro bisa melanjutkan kuliah di Jogja. Bisa jadi saya sudah berumur namun belum juga bisa mengaji. Na’udzubillah mindzalik. Itulah beberapa hikmah perjalanan hidup saya yang saya petik dari kehidupan pesantren.
Sahabat-sahabat yang saya banggakan.......!
Mari kita yakini bersama, Bahwa sebuah pendidikan keteladanan memang sangat dibutuhkan sejak kita berada di masa remaja. Tepatnya ketika kita telah mulai mampu berpikir masa depan kita masing-masing. Sebab saat-saat itulah nanti yang akan menjadi sebuah inspirasi ketika kita telah dewasa. Percayalah, hidup mandiri akan sangat membawa pengaruh besar di masa depan. Dengan demikian, Semuanya patut menyadari pentingnya pendidikan kemandirian, penanaman karakter disiplin, ulet, berani dan bermental baja sejak di masa remaja sehingga masa depan kelak akan mampu dilalui dengan penuh percaya diri. Sekian.

No comments:

Post a Comment